Pages

Rabu, 22 Mei 2013

Gedung Biru (Belanda)









Terletak di kota Delfshaven, Rotterdam, gedung ini pertama kali didesain oleh Schildersbedrijf N&F Hijnen. Gedung ini dibuat juga dengan persetujuan bahwa cat gedung ini akan tetap dipilih warna biru agar terlihat unik.

Gedung Astra (Jerman)

Gedung unik merupakan tempat pembuatan bir yang terletak di Hamburg, Jerman. Uniknya gedung ini bisa dinaikkan atau diturunkan melalui inti bangunannya. Namun sekarang kabarnya gedung ini telah dimusnahkan seiring dibelinya merk bir (Astra) oleh perusahaan yang lebih besar.

Gedung Berliuk (Polandia)

Gedung yang berliuk-liuk ini didesain oleh Szotynscy Zaleski, terinspirasi oleh kisah dunia peri buatan Jan Marcin Szancer dan lukisan seniman Swedia ,Per Dahlberg. Gedung yang berada di Polandia ini memiliki luas 4000 meter persegi di pusat perbelanjaan Sopot, Polandia.



Gedung Robot (Thailand)

Gedung Robot, terletak di kawasan bisnis Sathorn di Bangkok, Thailand, rumah United Overseas Bank markas Bangkok. Ini dirancang untuk Bank of Asia oleh Sumet Jumsai untuk mencerminkan komputerisasi perbankan; arsitektur merupakan reaksi terhadap fitur postmodern architecture.The bangunan neoklasik dan berteknologi tinggi, seperti dinding semakin surut, antena, dan mata, berkontribusi untuk yang robot penampilan dan fungsi praktis. Selesai pada tahun 1986, bangunan ini salah satu contoh terakhir dari arsitektur modern di Bangkok dan telah mengumpulkan pujian kritis internasional.

Perpustakaan Kota Kansas (Amerika Serikat)


Perpustakaan Kansas ini merupakan gedung dengan atap yang paling keren di kota itu. Sebelumnya para penduduk diminta untuk memilih buku-buku yang paling berpengaruh dan memiliki citra kota Kansas. Dan akhirnya buku-buku itu diwujudkan dalam bentuk atap gedung perpustakaan ini.

Gedung Piano (Cina)

HUAINAN - China semakin menunjukkan tajinya di dunia properti. Setelah berencana membangun gedung tertinggi di dunia dalam waktu tiga bulan, Negeri Tirai Bambu masih memiliki “harta karun” di dunia properti.

Kota Huainan di provinsi Anhui adalah kota yang memiliki properti dengan desain arsitektur nyeleneh. Rumah tersebut berbentuk piano dengan ukuran raksasa lengkap bersama gitar dari kaca transparan.

Di properti ini, akses masuk bisa dilalui lewat tangga dan eskalator dalam gitar tersebut. Bangunan ini dirancang pada 2007 oleh mahasiswa arsitektur di Hefei University of Technology. Bangunan ini berfungsi sebagai ruang pamer untuk perencana kota memamerkan rencana mereka untuk distrik Shannan di Huainan.

Hefei University of Technology merupakan salah satu universitas terbaik di China, yang berada langsung di bawah Departemen Pendidikan.

Seperti dikutip dari AOL, Senin (25/6/2012). Sayangnya, rincian mengenai interior bangunan belum dipastikan. Namun secara tampilan luar, bangunan ini jelas memanjakan mata. (rhs)

Rumah berdansa (Rep. Ceko)


Berdansa merupakan sebutan untuk bangunan kantor yang terletak di kota Prague, Republik Ceko. Didesain oleh arsitek kelahiran Kroasia, Vlado Milunic bekerja sama dengan arsitek dari Kanada Frank Gehry. Pembagunan gedung dimulai pada tahun 1994 dan baru selesai
pada tahun 1996.


Desain gedung yang futuristik ini diharapkan bisa menjadi salah satu pusat kebudayaan di negara itu. Aslinya bernama 'Fred and Ginger' , dan berada di antara gedung Neo-Baroque, Neo-Gothic dan Art Nouveau yang sangat terkenal di Prague.
Di atap gedung terdapat restoran perancis. Beberapa waktu gedung ini digunakan untuk tempat perkantoran, bukan sebagai pusat kebudayaan seperti yang telah direncanakan sebelumnya, karena letaknya yang strategis untuk dunia bisnis.
(berbagai sumber)

Meramu Cita Rasa China "Masjid Agung Sumenep"

Menghadap ke Taman Kota, yang berada di sebelah Timurnya. Dengan gerbang besar, pintu kayu kuno, yang berdiri kokoh menghadap matahari terbit. Masjid Agung Sumenep, yang dulu dikenal dengan nama Masjid Jami’, terletak ditengah-tengah Kota Sumenep.

Masjid ini dibangun setelah pembangunan Kraton Sumenep, sebagai inisiatif dari Adipati Sumenep, Pangeran Natakusuma I alias Panembahan Somala (1762-1811 M). Adipati yang memiliki nama asli Aria Asirudin Natakusuma ini, sengaja mendirikan masjid yang lebih besar. Setelah sebelumnya dibangun masjid, yang dikenal dengan nama Masjid Laju, oleh Pangeran Anggadipa (Adipati Sumenep, 1626-1644 M). Dalam perkembangannya, masjid laju tidak mampu lagi menampung jemaah yang kian banyak.

Setelah keraton selesai pembangunannya, Pangeran Natakusuma I memerintahkan arsitek yang juga membangun keraton, Lauw Piango, untuk membangun Masjid Jami’. Berdasar catatan di buku Sejarah Sumenep (2003) diketahui, Lauw Piango adalah cucu dari Lauw Khun Thing yang merupakan satu dari enam orang China yang mula-mula datang dan menetap di Sumenep. Ia diperkirakan pelarian dari Semarang akibat adanya perang yang disebut ‘Huru-hara Tionghwa’ (1740 M).

Masjid Jami’ dimulai pembangunannya tahun 1198 H (1779 M) dan selesai pada tahun 1206 H (1787 M). Terhadap masjid ini Pangeran Natakusuma berwasiat yang ditulis pada tahun 1806 M, bunyinya sebagai berikut;
“Masjid ini adalah Baitullah, berwasiat Pangeran Natakusuma penguasa di negeri/keraton Sumenep. Sesungguhnya wasiatku kepada orang yang memerintah (selaku penguasa) dan menegakkan kebaikan. Jika terdapat Masjid ini sesudahku (keadaan) aib, maka perbaiki. Karena sesungguhnya Masjid ini wakaf, tidak boleh diwariskan, dan tidak boleh dijual, dan tidak boleh dirusak.”

Dari tinjauan arsitektural, memang banyak hal yang khas pada bangunan yang menjadi pusat kegiatan masyarakat Islam di kabupaten paling timur Pulau Garam ini. Memperhatikan fisik bangunan, layaknya menganut eklektisme kultur desain.
Masjid Jami’ Sumenep dari bentuk bangunannya bisa dikata merupakan penggabungan berbagai unsur budaya. Mungkin pula sebagai bentuk akomodasi dari budaya yang berkembang di masyarakatnya. Pada masa pembangunannya hidup berbaur berbagai etnis masyarakat yang saling memberikan pengaruh.
Yang menarik lagi, bukan hanya kolaborasi gaya arsitektur lokal. Tetapi lebih luas, yaitu antara arsitektur Arab, Persia, Jawa, India, dan Cina menjadi satu di bangunan yang istimewa ini. Mungkin pula berbagai etnis yang tinggal dan hidup di Madura lebih banyak lagi, sehingga membentuk struktur bangunan lengkap dengan ornamen yang menghias bangunan ini secara keseluruhan.

Kubah kecil di puncak bangunan yang ada di sudut kanan-kiri halaman masjid, sangat mungkin mewakili arsitektur Arab-Persia. Penerapannya tidak semata-mata, terdapat sejumlah modifikasi yang berkembang seiring dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Ornamen yang kemudian dipertegas dengan warna-warna menyala, menggambarkan corak bangunan dari Gujarat-Cina. Semakin kental atmosfirnya ketika berada di bagian dalam bangunan utama. Memperhatikan mihrab masjid yang berusia 799 tahun ini, pada mimbar khotbah, hingga ornamen seperti keramik yang menghiasi dindingnya.
Bangunan bersusun dengan puncak bagian atas menjulang tinggi mengingatkan bentuk-bentuk candi yang menjadi warisan masyarakat Jawa. Kubah berbentuk tajuk juga merupakan kekayaan alami pada desain masyarakat Jawa.

Struktur bangunan secara keseluruhan menggambarkan tatanan kehidupan masyarakat yang rumit di saat itu. Jalinan hubungan antaretnik yang hidup di Madura dapat disaksikan dari bangunan utuh dari sosok masjid Agung Sumenep ini.

Pada bagian depan, dengan pintu gerbang yang seperti gapura besar, beberapa orang berpendapat juga menampakkan adanya corak kebudayaan Portugis. Konon, masjid Agung Sumenep merupakan salah satu dari sepuluh masjid tertua di Indonesia dengan corak arsitektur yang khas.

Perkembangan Islam di tanah Jawa, pula menjadi bagian dinamika kehidupan masyarakat Madura. Perkembangan ajaran Islam di Pulau Madura, tak dapat dipisahkan dari perkembangan dan pergumulan masyarakat Jawa yang secara gegrafis terpisah dengan Selat Madura. Perkembangan Islam di Ampel dan Giri menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Madura. Pada jamannya, tugas dakwah yang diemban para wali meliputi seluruh daerah, termasuk Jawa dan Madura.

Dalam perkembangan Islam di Madura tak lepas dari para pedagang yang datang dari Gujarat (India) serta para perantau yang berasal dari jazirah Arab. Mereka yang berhasil mendarat di Madura juga memberi kontribusi akibat interaksi, baik budaya maupun tata kehidupan.

Model akulturasi budaya yang ada di masa silam, secara jelas masih bisa dinikmati sekarang. Yaitu dengan melihat kekayaan detil arsitektural yang ada di masjid Jami’ Sumenep. Walaupun pada sekitar tahun 90-an masjid ini mengalami pengembangan, dengan renovasi pada pelataran depan, kanan dan kirinya. Namun demikian tidak mengurangi eksotismenya hingga sekarang.
Pintu gerbang berwarna kuning kemerah-merahan itu berdiri tegak sejak dua setengah abad silam. Posisinya menghadap ke arah timur, seperti ingin menangkap sinar matahari yang datang di pagi hari. Gerbang itu juga menghadap alun-alun yang menghubungkannya dengan bekas keraton Sumenep. Di masa silam, Panembahan Sumolo dan keluarga selalu meniti jalan di tengah alun-alun ini untuk sampai ke masjid keraton.

Pintu gerbang berdaun pintu setebal 5,5 sentimeter itu menjadi bagian penting dari Masjid Agung Panembahan Sumolo, yang terletak di Sumenep, Madura. Pintu gerbang itu menjadi bagian dari arsitektur sejarah, hasil perpaduan antara budaya Cina dan Jawa. Ciri perpaduan itu tampak pada pilihan warna cerah yang menjadi ciri keduanya. Begitu pula dengan lekukan dindingnya, seperti yang banyak ditemukan pada bangunan Cina kuno.

Kedekatan rasa inilah yang memungkinkan hadirnya arsitektur Masjid Agung Panembahan Sumolo di Sumenep. Semula masjid ini lebih dikenal dengan Masjid Agung Sumenep saja. Namun, sejak sepuluh bulan silam berganti dengan nama pendirinya. "Untuk menghormati dan mengenang pendiri masjid," kata Raden Bagus Abdul Muthallib, ketua takmir masjid.

Masjid yang terletak di jantung kota Sumenep itu dibangun pada 1763 oleh Panembahan Sumolo. Raja Sumenep ke-31 bergelar Pangeran Aryo Natakusuma I atau Asriruddin ini memerintah Sumenep sejak 1762 sampai 1811. Kisah hadirnya arsitektur bergaya Cina tak lepas dari sang arsitek sendiri, Lou Ping Aw. Ia seorang Cina yang datang ke Madura danRata Penuh memeluk Islam. Panembahan Sumolo memberinya kepercayaan merancang bangunan masjid.

Sebagai arsitek yang memahami budaya, Lou Ping Aw rupanya sadar lingkungan. Ia harus menyertakan unsur lokal dalam rancangannya. Kesamaan itu ia temukan pada paduan warna cerah dan bentuk bangunan berkubah. Ciri ini biasanya digunakan di gerbang masjid tempo dulu. Dominasi warna oranye ini ditempatkan pada pintu gerbang, sementara bagian dalam masjid lebih menonjolkan warna hijau muda dan hijau tua, terutama pada daun pintu dan jendela.

Bukan hanya warna yang menjadikan arsitektur masjid ini bercorak Cina dan Jawa. Sudut dinding gerbang mengingatkan orang pada bangunan Cina kuno. "Kesan Cina memang kuat pada dinding-dinding masjid yang tebal," kata Abdul Muthallib, keturunan keenam Panembahan Sumolo. Sedangkan bangunan utama masjid lebih mendekati arsitektur masjid di Jawa.

Ciri yang paling menonjol adalah 13 buah tiang yang menyangga kubah dan atap. Maklumlah, gaya arsitektur masa itu belum menemukan kuda-kuda penyangga tanpa tiang seperti sekarang. Maka, jangan heran jika menemukan banyak tiang berdiri tegak di tengah masjid kuno. Masjidnya sendiri berdiri di atas tanah seluas 1,2 hektare. Sejatinya, masjid ini menjadi tempat ibadah yang lega. Sayang, 13 tiang berdiameter sekitar 50 sentimeter tadi menyita kelapangan itu.

Kesan arsitektur bergaya Jawa diperkuat dengan hadirnya kubah ala masjid di Jawa, berbentuk segitiga layaknya kubah Masjid Agung Demak yang dibangun di masa Sunan Kalijaga. Kubah ini menyembul di antara atap yang terbuat dari seng. Salah satu keunikan kubah ini adalah kemampuannya menangkal petir berkat batu giok yang disematkan di ujung kubah. Pemakaian batu giok biasanya hanya digunakan pada bangunan tertentu di Cina, dan Lou Ping Aw memanfaatkan untuk karyanya di negeri perantauan.

Aroma budaya Jawa kian terasa jika melongok setiap daun pintu dan kusennya. Aneka ukiran huruf Arab dan Jawa membentuk satu hiasan yag sedap dipandang mata. Kesan klasik dapat dilihat pada ketebalan daun pintu dan jendala. Ukiran huruf tadi bukan sekadar hiasan, tapi pesan kebajikan. Pada daun pintu utama Panembahan Sumolo meninggalkan pesan yang diukir dengan dua huruf tadi. Isinya imbaun agar masjid ini menjadi tempat jihad di jalan Allah melalui shalat.

Bagian yang tergolong mewah untuk masanya adalah ruang mihrab, tempat imam memimpin shalat, berlapis dinding keramik warna biru. Panembahan Sumolo mendatangkannya dari Belanda. Ruang mihrab ini pernah menyimpan kisah. Pada 1960 para takmir masjid menilai posisi mihrab belum mengarah kiblat secara benar. Seharusnya agak condong ke utara. Mereka bilang kurang ke tengah. Lalu para takmir menambah dinding agar posisi mihrab mengarah agak ke utara. Setelah arah kiblat berubah, spontan masjid sepi dari jemaah. Kenyataan ini memprihatinkan. Daya tampung sebesar empat ribu jamaah ini melompong. Posisi kiblat harus tetap benar agar jamaah datang, "Akhirnya dinding serong tadi ditutup dengan babut," kata Munthalib.

Ruang utama masjid itu terpisah dengan ruang beranda depan yang terbuka tanpa dinding. Diantara keduanya berdiri tujuh buah pintu masuk. Tiga buah pintu di bagian depan dan dua pintu pada sisi kiri dan kanan. Sisi kanan biasanya digunakan jamaah wanita yang langsung berbatasan dengan tempat wudhu.

Sejak pertama dibangun masjid ini belum pernah dipugar. Tak sekerat dindingnya rontok atau hancur. Jika ada bagian yang diganti hanya lantai yang semula terbuat dari tegel tanah liat berwarna merah selebar 1 meter persegi, menjadi marmer pada 1995.

Kekokohan bangunan ini tak lepas dari pemilihan material pembangunan dua setengah abad silam. Padahal Lou Ping Aw hanya menggunakan bahan dasar pasir, batu alam, dan kapur. Untuk membangun dinding digunakan batu yang diambil dari gunung kapur di sekitar Madura. Hingga kini bahan ini masih digunakan oleh masyarakat Madura sebagai pengganti batu bata sejak berabad silam.

Sebagai bangunan yang berada di daerah berhawa panas dan bercuaca pantai, bahan dasar tadi harus dicampur dengan tetes gula. Fungsinya untuk merekatkan adonan pasir, kapur dan batu bata. Selain itu untuk menetralisir dampak air laut. Perekat ini terbuat dari gula siwalan yang belum membeku. Pohon siwalan memang menjadi salah satu ciri khas Madura. Selain untuk bahan dasar gula, buah siwalan bisa dinikmati sebagai sajian buka puasa. Hampir semua bangunan kuno di Madura memanfaatkan perekat ini seperti Asta Tinggi, makam keluarga Raja Trunojoyo.

Selain membuat bangunan utama tadi, atas permintaan Panembahan Sumolo, Lou Ping Aw juga membangun tempat peristirahatan yang disebut pesanggrahan, yang berdiri di sisi kiri dan kanan, tepat di depan beranda. Fungsinya sebagai tempat istirahat musafir yang ingin shalat. Di depan pintu gerbang masjid membentang jalan utama, yakni jalan Trunojoyo. Pesanggrahan kanan khusus untuk kaum pria dan wanita di pesanggrahan kiri. Semula pesanggarahan ini tak berdinding. Hanya cungkup untuk bernaung. Namun, sejak 1990 pesanggrahan ini diberi dinding kaca.

Masjid yang kini berada di jalan Trunojoyo nomor 6 ini dikelilingi tembok setinggi empat meter dengan tiga pintu gerbang. Gerbang utama merupakan gerbang terbesar yang menghadap alun-alun kota dan selalu terbuka, sedangkan dua gerbang di pojok kiri dan kanan lebih kecil dan tak pernah dibuka lagi. Lewat pintu gerbang utama di bagian tengah inilah Panemabahan Sumolo bersama keluarga memasuki masjid.

Pintu gerbang ini sengaja dihadapkan langsung pada alun-alun karena letak keraton berada di seberang. Jaraknya tak lebih dari 500 meter. Di jalan yang membelah alun-alun itu pernah dijadikan tempat menampung zakat fitrah. Sayang, sejak 15 tahun silam tempat itu berubah menjadi taman dan air mancur. Menurut Bagus Rachman, pegawai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sumenep, perubahan itu karena kebijakan Pemda.

Selama Ramadan, pintu masjid dibuka 24 jam. Jumlah jamaah meningkat sampai seribu orang, melonjak lima kali lipat dibandingkan dengan hari biasa sebuah pemandangan hangat yang tak pernah berubah, mungkin sejak dua setengah abad silam. Hal lain yang tetap bertahan sejak didirikan Panembahan Sumolo adalah khutbah Jumat yang menggunakan bahasa Arab. Hingga hari ini.
(http://wallarch.blogspot.com/search/label/Arsitektur%20Islam)

ABSURDITAS ARSITEKTUR BERGAYA MEDITERANIA

by_Krisen S. Emha
Beberapa waktu yang lalu bahkan sampai saat ini kita sering melihat dan mendengar iklan-iklan dari pengembang baik perumahan maupun apartemen yang diembel-embeli dengan 'Arsitektur Bergaya Mediterania'. Tapi ketika diminta penjelasan tentang 'Arsitektur Bergaya Mediterania', umumnya baik pengembang maupun arsiteknya tidak bisa memberikan penjelasan yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan yang kita peroleh adalah cerita dongeng berupa bualan ilusionis yang mengecoh persepsi dan tidak punya urat arsitektur.

'Arsitektur Bergaya Mediterania' secara ilmiah dalam stream gaya arsitektur memang tidak dikenal. Dalam mengkritisi arsitektur dari penampilan fisik (ruang dan bentuk) ada dua parameter yang biasa dipakai yaitu dari 'gaya arsitektur' dan 'aliran arsitektur'.

Gaya arsitektur biasanya lahir dari tren-tren yang tampil dalam rentang waktu tertentu atau bersifat kontemporer, tidak memiliki ideologi tertentu, biasanya dipopulerkan oleh kritikus di bidang arsitektur dengan melihat ciri-ciri fisik dan kesamaan-kesamaan yang ditampilkan, misalnya arsitektur bergaya 'art-deco', 'post-modern', dan lain-lain.

Adapun aliran arsitektur biasanya lahir dengan mazhab-mazhab tertentu sehingga memiliki ideologi tersendiri, biasanya lahir dari lembaga-lembaga arsitektur, baik lembaga pendidikan maupun perkumpulan-perkumpulan arsitek, misalnya arsitektur beraliran 'bauhau's, aliran 'd' beaux art', aliran 'modern', dan sebagainya. Dan terminologi 'Arsitektur Bergaya Mediterania' tidak ditemukan dalam kedua kerangka tersebut. Ini sering dan masih jadi perdebatan dikalangan arsitek sendiri sampai saat ini.

Berdasarkan historinya, awal perkembangan arsitektur secara ilmiah memang terjadi di kawasan laut mediterania dengan letak geografis antara Benua Afrika, Asia dan Eropa yang dikenal sebagai kawasan Anatolia. Dimulai dari Mesir yaitu zaman Mesir Kuno (2800 - 600 SM) dengan arsitektur piramidanya dan tokoh yang menonjol arsitek Imhotep. Kemudian berlanjut dengan zaman Yunani Kuno dengan arsitektur Acropolis, di sini muncul orde dorik dan orde ionik dan tokoh yang menonjol arsitek Mnesicles.

Zaman Romawi dengan arsitektur Roman dan muncul orde corinthian dan tokoh yang menonjol arsitek Hadrian dan Marcus Vitrivius Pollio. Dengan posisi geografis yang demikian, kawasan mediterania tidak terpengaruh oleh gerakan Rainesans (Kelahiran Kembali) yaitu gerakan kembali ke seni budaya ' Greeko-Roman' pada abad 15 dan 16 mula-mula di Italia, kemudian ke seluruh daratan Eropa.

Le Corbusier adalah arsitek kawakan Prancis yang dalam karya-karya arsitekturnya secara anatomi bercirikan arsitektur bangunan-bangunan yang ada di kawasan mediterania. Hal ini berawal dari pengalamannya menjelajahi kawasan ini ketika dia secara pribadi ingin melepaskan diri dari kemapanan arsitektur di Eropa, terutama di Prancis yang berwujud 'Greeko-Roman'.

Corbu mungkin terinspirasi karya-karya sejarah otentik berisi kenangan-kenangan di daerah timur yang eksotik, yang tidak terpengaruh oleh gerakan Rainesans, dan ditulis dalam bentuk prosa oleh penyair-penyair Perancis yang melakukan perjalanan ke timur. Diantaranya adalah Jainville, Froissart dan Villehardouin pada abad pertengahan (Moyen Age). Corbu melakukan perjalanan yang dinamakan dengan 'Voyage d' Orient' (Perjalanan ke Timur), terutama ke negara-negara mediterania.

Hal inilah yang mempengaruhi rancangan-rancangan Corbu selanjutnya ketika dia kembali ke Paris. Karya-karya Corbu tersebut dinamakan l'Espirit Noveau yang memiliki lima prinsip dan disebut 'cinq points' yaitu; tiang-tiang, taman dalam ruang, jendela lebar dan panjang, tampak depan dan ruang-ruang yang terbuka.

Hal ini merupakan perumusan dari ciri-ciri arsitektur yang ada di kawasan mediterania yaitu mulai dari Al hambra, Granada, Spanyol di Barat sampai ke Istambul, Turki di Timur terutama dari arsitektur mesjid yang beragam bentuknya di kawasan ini. Dan Corbu berhasil menarik benang merah dari kesamaan yang ada, yaitu bentuk jendela yang lebar, tiang-tiang dan ruang terbuka atau taman di dalam bangunan.

Baik Corbu maupun para kritikus di bidang arsitektur tidak berani mempopulerkan terminologi Arsitektur Bergaya Mediterania, tetapi di Indonesia terminologi ini menjadi kemasan mujarab bagi para pengembang dalam memasarkan barang dagangannya. Arsitektur dijadikan semacam alat pemberi status ukuran kekayaan materi, termasuk dengan kemasan Arsitektur Bergaya Mediterania.

Ukuran-ukuran ilmiah telah diabaikan dalam kondisi kapitalisme disegala bidang di masyarakat saat ini. Para arsitek yang terlibat dalam melahirkan desain-desain semacam ini, yang kebanyakan terlibat dengan pengembang telah menenggelamkan identitas diri dan melahirkan karya arsitektur yang anonimitas, yang pada akhirnya diberi label Arsitektur Bergaya Mediterania.

Realitas sosial pemukiman yang ada dalam iklim konsumerisme telah menjadikan arsitektur sebagai ukuran keberhasilan dalam mengumpulkan kekayaan materi, sehingga arsitektur diposisikan sebagai alat pemuas sensual semata. Ini ditangkap oleh sebagian besar pengembang yang berorientasi hedonisme arsitektur dimana desain arsitektur dibebaskan dari kewajiban-kewajiban pengujian ilmiah dan tanggung jawab sosial, yang penting masyarakat menyukainya.

Fenomena Arsitektur bergaya Mediterania ini muncul seiring pertumbuhan proyek-proyek perumahan dan apartemen di Indonesia periode 1990-an. Hal ini mungkin juga dipengaruhi oleh munculnya perumahan-perumahan di sepanjang pantai Teluk San Fransisco ( seperti di Brentwood, Napa Valley, Baverly Hills, Malibu, Hollywood Hills dan Sausalito), California, Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1980-an sampai awal tahun 1990-an.

Penampilan arsitektur di California ini kebayakan berwujud sama dan memiliki kemiripan dengan bentuk-bentuk rumah di kawasan Mediterania yang secara geografis dan topografis memang mirip dengan kawasan Mediterania, walaupun secara konseptual tidak begitu jelas. Bentuk-bentuk bangunan berarsitektur seperti ini sampai ke Indonesia melalui film-film dan acara-acara di televise yang kebanyakan produksi Amerika Serikat dan diproduksi dikawasan ini dimana dalam kehidupan orang sekarang dalam mengatur tingkah laku dan sikap hidup selalu merujuk pada televisi, termasuk dalam menentukan bentuk rumah yang ingin dimiliki.

Padahal perwujudan arsitektur bangunan-bangunan rumah tinggal di California tersebut juga sudah bercampur-baur segala macam gaya arsitektur antara bentuk rumah-rumah di kawasan Mediterania, model Spanyolan sampai yang bergaya Post-Modern. Diantaranya yang sangat gigantik yaitu bangunan The Team Disney Building karya arsitek Michael Graves yang bergaya Post-Modern. Yang terjadi di Indonesia adalah pentransformasian bentuk-bentuk kulit luar tersebut melalui cara penjiplakan dan peniruan secara absurd dan dikatakan sebagai Arsitektur Bergaya Mediterania.

Pada dasarnya wajah arsitektur di Indonesia saat ini didominasi oleh wajah arsitektur kota pada proyek-proyek perumahan dan apartemen yang ditangani oleh pengembang pengusaha. Arsitektur yang muncul merupakan hasil aliansi kekuasaan para pengusaha dan birokrat dalam semangat hedonis kaum elit, melalui iklan penawaran-penawaran desain yang dapat memberi kepuasan sensual dan bisa menarik perhatian khalayak.

Hal ini terjadi sebagaimana di negara berkembang lainnya karena tidak seimbangnya percepatan perkembangan arsitektur didunia yang didominasi oleh Amerika Serikat dengan kemampuan masyarakat kita dalam memahami arsitektur, baik didalam lingkungan masyarakat awam maupun dalam lingkungan masyarakat akademis arsitektur sendiri.

Dalam terminologi Arsitektur Bergaya Mediterania, kemiripan tropis semata dijadikan dasar untuk menghadirkan arsitektur asing, padahal secara konseptual tidak menghasilkan gagasan-gagasan baru baik tentang 'ruang' maupun 'lingkungan'. Yang tampil hanyalah sekedar arsitektur yang pesolek pada perwajahannya dan sulit dipertanggung jawabkan secara historikal maupun kultural. Inilah hasil dari karakter-karakter yang dibangun atas orientasi konsumerisme, epikurisme, hedonisme, elitisme dan westernisme semata, sehingga yang terjadi adalah dramaturgi pelecehan arsitektur. (TEMPO) (http://wallarch.blogspot.com/2010/10/absurditas-arsitektur-bergaya.html)

Ilmu Arsitektur & Sejarah

Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan kota, arsitektur lanskap, hingga ke level mikro yaitu desain bagunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.

RUANG LINGKUP DAN KEINGINAN

Menurut Vitruvius di dalam bukunya De Architectura (yang merupakan sumber tertulis paling tua yang masih ada hingga sekarang), bangunan yang baik haruslah memilik Keindahan / Estetika (Venustas), Kekuatan (Firmitas), dan Kegunaan / Fungsi (Utilitas); arsitektur dapat dikatakan sebagai keseimbangan dan koordinasi antara ketiga unsur tersebut, dan tidak ada satu unsur yang melebihi unsur lainnya. Dalam definisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Namun, dapat dikatakan pula bahwa unsur fungsi itu sendiri di dalamnya sudah mencakup baik unsur estetika maupun psikologis.
Arsitektur adalah bidang multi-dispilin, termasuk di dalamnya adalah matematika, sains, seni, teknologi, humaniora, politik, sejarah, filsafat, dan sebagainya. Mengutip Vitruvius, "Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni". Ia pun menambahkan bahwa seorang arsitek harus fasih di dalam bidang musik, astronomi, dsb. Filsafat adalah salah satu yang utama di dalam pendekatan arsitektur. Rasionalisme, empirisme, fenoenologi strukturalime, post-strukturalisme dan dekonstruktivisme adalah beberapa arahan dari filsafat yang memengaruhi arsitektur.
TEORI & PRAKTIK
Pentingnya teori untuk menjadi rujukan praktik tidak boleh terlalu ditekankan, meskipun banyak arsitek mengabaikan teori sama sekali. Vitruvius berujar: "Praktik dan teori adalah akar arsitektur. Praktik adalah perenungan yang berkelanjutan terhadap pelaksanaan sebuah proyek atau pengerjaannya dengan tangan, dalam proses konversi bahan bangunan dengan cara yang terbaik. Teori adalah hasil pemikiran beralasan yang menjelaskan proses konversi bahan bangunan menjadi hasil akhir sebagai jawaban terhadap suatu persoalan. Seorang arsitek yang berpraktik tanpa dasar teori tidak dapat menjelaskan alasan dan dasar mengenai bentuk-bentuk yang dia pilih. Sementara arsitek yang berteori tanpa berpraktik hanya berpegang kepada "bayangan" dan bukannya substansi. Seorang arsitek yang berpegang pada teori dan praktik, ia memiliki senjata ganda. Ia dapat membuktikan kebenaran hasil rancangannya dan juga dapat mewujudkannya dalam pelaksanaan". Ini semua tidak lepas dari konsep pemikiran dasar bahwa kekuatan utama pada setiap Arsitek secara ideal terletak dalam kekuatan idea.
SEJARAH
Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang kondusif, keamanan, dsb), dan cara (bahan bangunan yang tersedia dan teknologi konstruksi). Arsitektur prasejarah dan primitif merupakan tahap awal dinamika ini. Kemudian manusia menjadi lebih maju dan pengetahuan mulai terbentuk melalui tradisi lisan dan praktik-praktik, arsitektur berkembang menjadi ketrampilan. Pada tahap ini lah terdapat proses uji coba, improvisasi, atau peniruan sehingga menjadi hasil yang sukses. Seorang arsitek saat itu bukanlah seorang figur penting, ia semata-mata melanjutkan tradisi. Arsitektur Vernakular lahir dari pendekatan yang demikian dan hingga kini masih dilakukan di banyak bagian dunia.
Permukiman manusia di masa lalu pada dasarnya bersifat rural. Kemudian timbullah surplus produksi, sehingga masyarakat rural berkembang menjadi masyarakat urban. Kompleksitas bangunan dan tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan jembatan pun berkembang. Tipologi bangunan baru seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasi pun bermunculan. Arsitektur Religius tetap menjadi bagian penting di dalam masyarakat. Gaya-gaya arsitektur berkembang, dan karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan. Karya-karya tulis tersebut menjadi kumpulan aturan (kanon) untuk diikuti khususnya dalam pembangunan arsitektur religius. Contoh kanon ini antara lain adalah karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba. Di periode Klasik dan Abad Pertengahan Eropa, bangunan bukanlah hasil karya arsitek-arsitek individual, tetapi asosiasi profesi (guild) dibentuk oleh para artisan / ahli keterampilan bangunan untuk mengorganisasi proyek.
Pada masa Pencerahan, humaniora dan penekanan terhadap individual menjadi lebih penting daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam arsitektur. Pembangunan ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual - Michaelangelo, Brunelleschi, Leonardo da Vinci - dan kultus individu pun dimulai. Namun pada saat itu, tidak ada pembagian tugas yang jelas antara seniman, arsitek, maupun insiyur atau bidang-bidang kerja lain yang berhubungan. Pada tahap ini, seorang seniman pun dapat merancang jembatan karena penghitungan struktur di dalamnya masih bersifat umum.
Bersamaan dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu (misalnya engineering), dan munculnya bahan-bahan bangunan baru serta teknologi, seorang arsitek menggeser fokusnya dari aspek teknis bangunan menuju ke estetika. Kemudian bermunculanlah "arsitek priyayi" yang biasanya berurusan dengan bouwheer (klien)kaya dan berkonsentrasi pada unsur visual dalam bentuk yang merujuk pada contoh-contoh historis. Pada abad ke-19, Ecole des Beaux Arts di Prancis melatih calon-calon arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa menekankan konteksnya.
Sementara itu, Revolusi Industri membuka pintu untuk konsumsi umum, sehingga estetika menjadi ukuran yang dapat dicapai bahkan oleh kelas menengah. Dulunya produk-produk berornamen estetis terbatas dalam lingkup keterampilan yang mahal, menjadi terjangkau melalui produksi massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran dalam ekspresi dari sebuah proses produksi.
Ketidakpuasan terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20 melahirkan pemikiran-pemikiran yang mendasari Arsitektur Modern, antara lain, Deutscher Werkbund (dibentuk 1907) yang memproduksi obyek-obyek buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik merupakan titik lahirnya profesi dalam bidang desain industri. Setelah itu, sekolah Bauhaus (dibentuk di Jerman tahun 1919) menolak masa lalu sejarah dan memilih melihat arsitektur sebagai sintesa seni, ketrampilan, dan teknologi.
Ketika Arsitektur Modern mulai dipraktikkan, ia adalah sebuah pergerakan garda depan dengan dasar moral, filosofis, dan estetis. Kebenaran dicari dengan menolak sejarah dan menoleh kepada fungsi yang melahirkan bentuk. Arsitek lantas menjadi figur penting dan dijuluki sebagai "master". Kemudian arsitektur modern masuk ke dalam lingkup produksi masal karena kesederhanaannya dan faktor ekonomi.
Namun, masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur modern pada tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna, kemandulan, keburukan, keseragaman, serta dampak-dampak psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya melalui Arsitektur Post-Modern dengan usaha membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima umum pada tingkat visual, meski dengan mengorbankan kedalamannya. Robert Venturi berpendapat bahwa "gubuk berhias / decorated shed" (bangunan biasa yang interior-nya dirancang secara fungsional sementara eksterior-nya diberi hiasan) adalah lebih baik daripada sebuah "bebek / duck" (bangunan di mana baik bentuk dan fungsinya menjadi satu). Pendapat Venturi ini menjadi dasar pendekatan Arsitektur Post-Modern.
Sebagian arsitek lain (dan juga non-arsitek) menjawab dengan menunjukkan apa yang mereka pikir sebagai akar masalahnya. Mereka merasa bahwa arsitektur bukanlah perburuan filosofis atau estetis pribadi oleh perorangan, melainkan arsitektur haruslah mempertimbangkan kebutuhan manusia sehari-hari dan menggunakan teknologi untuk mencapai lingkungan yang dapat ditempati. Design Methodology Movement yang melibatkan orang-orang seperti Chris Jone atau Christopher Alexander mulai mencari proses yang lebih inklusif dalam perancangan, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Peneilitian mendalam dalam berbagai bidang seperti perilaku, lingkungan, dan humaniora dilakukan untuk menjadi dasar proses perancangan.
Bersamaan dengan meningkatnya kompleksitas bangunan, arsitektur menjadi lebih multi-disiplin daripada sebelumnya. Arsitektur sekarang ini membutuhkan sekumpulan profesional dalam pengerjaannya. Inilah keadaan profesi arsitek sekarang ini. Namun demikian, arsitek individu masih disukai dan dicari dalam perancangan bangunan yang bermakna simbol budaya. Contohnya, sebuah museum senirupa menjadi lahan eksperimentasi gaya dekonstruktivis sekarang ini, namun esok hari mungkin sesuatu yang lain.
KESIMPULAN
Bangunan adalah produksi manusia yang paling kasat mata. Namun, kebanyakan bangunan masih dirancang oleh masyarakat sendiri atau tukang-tukang batu di negara-negara berkembang, atau melalui standar produksi di negara-negara maju. Arsitek tetaplah tersisih dalam produksi bangunan. Keahlian arsitek hanya dicari dalam pembangunan tipe bangunan yang rumit, atau bangunan yang memiliki makna budaya / politis yang penting. Dan inilah yang diterima oleh masyarakat umum sebagai arsitektur. Peran arsitek, meski senantiasa berubah, tidak pernah menjadi yang utama dan tidak pernah berdiri sendiri. Selalu akan ada dialog antara masyarakat dengan sang arsitek. Dan hasilnya adalah sebuah dialog yang dapat dijuluki sebagai arsitektur, sebagai sebuah produk dan sebuah disiplin ilmu. (wikipedia)

"Mohammad Danisworo" Ahli Menata Kota

Sekitar 50 tahun yang lalu, udara kota Bandung masih sejuk. Di sana sini pepohonan rindang setia menghiasi kota. Di taman kota, tepatnya di Taman Maluku, meluncur seorang pemuda bersama sepeda kumbang dengan asiknya. Siapa dia? Rupanya seorang mahasiswa arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) yang hendak menuju jalan Ganesha, kampus tempat dia menimba ilmu.

Pendapatnya, bersepeda di dalam kota saat itu bukanlah soal. Suasana masih mendukung para pengguna sepeda atau pejalan kaki. Jalan belum dipadati kendaraan bermotor. Pusat pertokoan seperti Braga masih menghargai ruang bagi pejalan kaki. Hutan kota pun masih ada. “Bahkan di Taman Maluku, saat itu saya masih melihat rusa berkeliaran,” kisahnya.

Setengah abad telah berlalu. Rusa itu lenyap entah kemana. Pejalan kaki tersudutkan haknya di trotoar. Jalanan berlubang. Papan reklame telah merangsek kota. Pemandangan menjadi sumpek. Pemuda bersepeda kumbang tadi bukan mahasiswa lagi. Pria yang bernama Mohammad Danisworo itu telah menjelma menjadi seorang profesor dan mengajar di ITB, tempatnya menimba ilmu dulu.

Pengalaman indah Bandung masa silam begitu melekat dan mempengaruhi warna arsitektur Danisworo. Filosofinya, hidup di perkotaan perlu berwawasan lingkungan, fungsional, dan secara visual harus sedap dipandang mata. Tiga faktor inilah yang hingga sekarang digunakan Danisworo untuk mengaplikasikan ilmunya di bidang arsitektur. Bahkan, melalui karya-karyanya, dia dikenal sebagai arsitek perkotaan atau populer dengan sebutan urban arsitektur.

Filosofi sebuah kota bagi Danis panggilan singkatnya tak terlepas dari pengalaman dia bersama dosennya, Prof Hasan Purbo. Purbo memberi pemahaman kepada Danis bahwa sebuah gedung tak berdiri sendiri. Ada dua faktor lingkungan yang memberi banyak pengaruh terhadap keindahan arsitektur itu sendiri, yakni lingkungan fisik dan non-fisik. Lingkungan fisik, jelas berkisah dengan sesuatu yang tampak seperti beton, pohon, dan benda lainnya. Lingkungan non-fisik harus mampu menampung secara sinergi kekuatan sosial dan budaya.
Yang non-fisik ini, menurut Danis, sering dilupakan arsitek masa kini.

Banyak gedung dan jalan dibangun hanya berorientasi pada mobil saja. Hasilnya? Jangan salahkan kantung-kantung pedagang kaki lima (PKL) dan pejalan kaki yang berjalan hampir mepet ke jalan raya. Jangan salahkan pula bila ada kantung-kantung kumuh di kolong jembatan, bahkan di tempat parkir gedung pencakar langit muncul komunitas sosial para sopir dan penjual makanan minuman yang berkesan tak kalah kumuhnya. “Itu semua karena mereka yang sering dituduh kumuh tidak mendapat tempat dalam rancangan arsitek kebanyakan. Padahal, jika ditata sejak awal, persoalan klasik perkotaan seperti itu tidak akan terjadi,” katanya.

Faktor selanjutnya adalah visual. Tiap karya arsitektur pasti disyaratkan bercita rasa seni. Enak dipandang atau bahkan dinikmati dengan cara lain. Faktor visual memegang peranan yang tak kalah penting dan menjadi penarik hati manusia. “Tapi faktor ini sangat subjektif,” ujarnya.

Faktor fungsional dalam desain urban juga tak kalah pentingnya. Katanya, untuk apa membangun sesuatu yang ternyata tidak berguna dan tak sesuai dengan kebutuhan. Ini akan sia-sia. Jika dilihat tata kota sekarang, banyak kota seperti di Bandung yang bangunannya kehilangan arti fungsional.

Lihat saja trotoar sempit nun kumuh yang habis disikat pedagang kaki lima. Lihat pula tepi jalan yang dikerumuni parkir mobil penghasil asap. Walhasil, kawasan Kosambi Bandung dan Cicadas misalnya, terkenal dengan kemacetan dan polusinya. Sejatinya, dalam konsep Danisworo, ruang kota harus ditata secara harmonis dan tidak terlalu berorientasi pada penggunaan mobil, misalnya membuat jalan yang lebar dan saking lebarnya, harus mengalahkan ruang trotoar. Pejalan kaki atau pedestrian perlu juga diberi hak menikmati karya arsitektur dengan nyaman dan aman. Selama ini, pejalan kaki selalu tersisihkan haknya. “Menurut saya ini tak adil,” katanya.

Untuk itu, Danis memberi resep yang dapat menyenangkan para pejalan kaki. Dalam konsepnya, lebar trotoar setidaknya berlebar lima meter. Itu belum termasuk pohon di tengah-tengahnya. Jika konsep ini diterapkan secara konsisten, kenyamanan bagi semua level kelas sosial akan terjamin. Si empunya mobil bisa namyan berkendaraan, si pejalan kaki pun semakin sehat saja karena penghijauan dan ruang yang segar. Pedagang kaki lima juga leluasa berjualan karena tersedia ruang yang ideal untuknya.

Mewujudkan trotoar lebar memang tak mudah bagi sebuah kota yang telah terbentuk dengan trotoar sempit. Tapi bukan berarti menyerah. Salah satu pengalamannya, Danis dan timnya pernah membujuk para pemilik halaman rumah di jalan Satrio, Jakarta, untuk merelakan sebagian ruas halamannya untuk dijadikan trotoar, dan berhasil. Konsepnya, tidak mengambil alih. Kepemilikan masih di tangan pemilik rumah.

Begitu pentingnya arti trotoar, menurut Danis, pemilik lahan harus diberi pengertian yang lebih mendalam. Kalau perlu diberi bonus. Misalnya, supaya pemilik lahan lebih tertarik, bagi mereka yang menyediakan tanah untuk ruang publik berupa pelebaran trotoar yang indah, akan diberi hadiah dari pemerintah berupa pembebasan pajak atau keringanan lainnya. “Tapi ini baru usulan,” ujar Danis.

Para pejalan kaki memang mendapat porsi yang cukup besar dalam konsep urban design yang disodorkan Danis. Sektor formal dan informal layaknya pedagang kaki lima harus bisa hidup berdampingan tanpa masalah seperti saat ini. Sektor formal pun dikritisinya. Lihatlah kota-kota besar, misalnya Bandung. Di sana ada kota yang digempur pesan-pesan iklan atau propaganda sebuah produk atau jasa. Bandung, yang dulu masih memungkinkan bagi rusa untuk hidup di taman kota, kini luluh lantak tanpa aturan jelas. Jalan Juanda, misalnya, dipadati papan reklame. Billboard di jembatan penyeberangan dipasang dengan seenaknya. Dengan scenario urban design yang ditawarkannya, Bandung dan juga kota-kota di Indonesia yang mempunyai permasalah serupa akan tetap indah meski telah berubah menjadi sebuah kota bisnis yang hiruk pikuk.

Mohammad Danisworo lahir di Semarang, 2 April 1938. Ilmu arsitekturnya dipetik dari ITB (1965). Dia juga meraih banyak gelar dari universitas di luar negeri seperti Special Program in Urban Studies, University of Kentucky, USA (1966), Master of Architecture, major in Urban Designe, University of California, Berkley, Amerika (1968), Master of Urban Planing, with Certificate in Urban Designe, University of Washington, Seatle, USA (1982). Ia juga meraih gelar Doktor of Philosophy (Ph.D) dari Urban Environmental Planning, University of Washington, Seatle, USA (1984).

Senior partner PT Encona Engineering Incorporation ini memang sangat serius menggarap arsitektur urban. Karyanya yang cukup dikenal, diantaranya adalah Stasiun Gambir, Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Ngurah Rai, dan Terminal Pelabuhan Udara Makassar. Dia juga menggarap pembangunan di bekas lapangan udara Kemayoran, Jakarta Pusat, yang dikatakannya sangat ideal. Kawasan itu disulap dengan skenario yang menguntungkan segala lapisan masyarakat: pejalan kaki, pedagang kaki lima dan pengendara mobil. Kemayoran akan dibuat beberapa blok berdasarkan jalan yang sudah ada. Di dalam blok itu dibangun gedung-gedung dengan trotoar selebar 10 meter yang akan menjadi dambaan pejalan kaki.

Beberapa gedung atau lokasi strategis dibuat saling berjauhan, jadi memikat setiap orang untuk menjelajah dari satu lokasi ke yang lain. Konsep ini mengingatkan kita pada konsep tata ruang Jakarta yang dicetuskan Soekarno saat membangun Jakarta, seperti penempatan bundaran Hotel Indonesia, Gelora Bung Karno, Monas dan Masjid Istiqlal yang simetris. Penataan seperti itu dipindahkan pula ke kawasan Kemayoran. Dengan demikian, jalan tidak akan sepi. Tetap bernuansa lingkungan dan teduh karena ada sebagian dinding gedung melindungi pejalan kaki dari sengatan matahari. Di antara blok ada ruang publik, tempat para pedagang kaki lima. Di sana juga dibuatkan sesuatu yang menarik pejalan kaki. Konsep ini, menurut Danis, diyakini akan menggoda pengguna mobil untuk memarkirkan kendaraannya dan memilih berjalan di dalam blok yang menyenangkan itu. (TEMPO)

MINANGKABAU" dan FILOSOFI

Minangkabau kelompok etnis merupakan salah satu suku Indonesia yang tinggal di dataran tinggi Sumatra Barat, Indonesia. Mereka biasanya disebut sebagai Orang Padang. Dalam sebaliknya dengan kelompok etnis Batak, Minangkabau dibentuk berdasarkan budaya matrilineal dalam jangka waktu perkawinan, warisan dan cara hidup dan mereka adalah masyarakat matrilineal terbesar di dunia.

Tanggal kembali ke sejarah, Minangkabau datang dari Luhak Nan Tigo, yang meliputi Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam, Lima Puluh Kota Kabupaten. Kemudian budaya itu menyebar ke garis pantai di wilayah barat dan timur. Berdasarkan sejarah itu, sekarang kita dapat mengatakan bahwa hidup orang Minangkabau di Sumatra Barat, Riau Barat, bagian selatan Sumatera Utara, Jambi Timur, Bengkulu Utara dan lainnya berada di Negeri Sembilan, Malaysia dan Aceh Barat.

Nama Minangkabau dianggap sebagai gabungan dari dua kata, minang yang dimaksud menang dan kabau atau kerbau. etimologi ini yang datang dari salah satu sejarah masa lampau ketika orang-orang Minangkabau adalah serangan oleh kerajaan tetangga. Dan menghindari perang, keduanya membuat kesepakatan untuk menggunakan melawan kerbau untuk menentukan perang atau tidak. Untungnya, banteng Minangkabau memiliki menang kemudian orang yang bernama sebagai Minangkabau.

Jauh sebelum masuk Islam, Minangkabau juga suku yang memegang kepercayaan animisme dan menjadi komponen penting dari budaya Minangkabau. Dalam kepercayaan animisme bahwa mereka memiliki dua jiwa, jiwa yang nyata dan jiwa yang dapat menghilang disebut "Semangat". Semangat merupakan vitalitas hidup dan dikatakan harus dimiliki oleh semua hewan dan tumbuhan.

Dalam pola warisan adat dan properti untuk anak-anak, menggunakan pola matrilineal Minangkabau yang berbeda dari masyarakat utama yang biasanya pegang sistem patrilineal. Oleh karena itu, ada kontradiksi antara adat tradisional dan konstitusi Islam. Oleh karena itu, dalam pola pewarisan Minangkabau, ada warisan tinggi dan warisan rendah.
Tinggi warisan adalah properti turun-temurun diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu. Sedangkan warisan adalah kekayaan pendapatan rendah berdasarkan hukum Islam.

Sepertinya orang-orang Cina, masyarakat Minangkabau juga menyebar ke seluruh negeri. Mereka berimigrasi ke daerah lain di beberapa tujuan, salah satu penyebabnya adalah sistem kekerabatan matrilineal. Dengan sistem ini, kontrol warisan dipegang oleh perempuan, sementara hak-hak laki-laki dalam hal ini cukup kecil.
Alasan lainnya adalah datang dari budaya hati, yang semangat untuk mengubah nasib dengan pengejaran pengetahuan dan kekayaan. Hal ini juga didasarkan pada kata-kata Minangkabau, "Karatau Madang dahulu, babuah babungo alun, dahulu Bujang marantau, asam di Balun paguno Rumah" yang berarti akan lebih baik untuk berimigrasi daripada menjadi sia-sia.

Segala sesuatu tentang Minangkabau jaman sekarang ini yang menjadi terkenal dengan keunikan mereka, seperti makanan dan minuman. makanan Padang di mana-mana yang identik dengan rasa panas dan pedas.

Melihat dari arsitektur mereka, orang Minangkabau Rumah Gadang, atau rumah Gadang. Rumah Gadang dilayani menjadi ruang untuk pertemuan, kegiatan upacara, dan karena itu sistem matrilineal terus, rumah dimiliki oleh perempuan dan diteruskan ke putri.

Dengan dunia yang semakin modern saat ini, masyarakat Minangkabau yang masih memegang tradisi mereka melacak tua untuk menghadapi modernisasi. Mereka mungkin tidak tinggal di aula Rumah Gadang bukan rumah klasik modern, tetapi semangat dan budaya masih berpikiran landasan di atas segalanya.(http://wallarch.blogspot.com/2010/08/minangkabau-dan-filosofi.html)

BIODATA "ZAHA HADID"

Hadid lahir pada tahun 1950 di Baghdad, Irak. Dia menerima gelar di bidang matematika dari Universitas Amerika di Beirut sebelum pindah untuk belajar di Sekolah Dasar Arsitektur Arsitektur di London. Setelah lulus dia bekerja dengan mantan guru-nya, Rem Koolhaas dan Elia Zenghelis di Kantor untuk Metropolitan Arsitektur, menjadi mitra pada tahun 1977. Itu adalah dengan Koolhaas bahwa dia bertemu dengan insinyur Peter Rice yang memberi dukungan dan dorongan awal, pada saat pekerjaannya sepertinya sulit untuk membangun.

Pada tahun 1980 ia mendirikan praktek sendiri yang berbasis di London. Selama tahun 1980-an ia juga mengajar di Arsitektur Asosiasi. Dia juga mengajar di lembaga bergengsi di seluruh dunia, ia memegang Kenzo Tange Kursi di Graduate School of Design, Harvard University, Ketua Sullivan di University of Illinois di Chicago School of Arsitektur, profesor tamu pada Hochschule für Bildende Künste di Hamburg, Knowlton Sekolah Arsitektur, di Universitas Negeri Ohio, Studio Master di Columbia University, New York dan Profesor Tamu Eero Saarinen Desain Arsitektur di Yale School of Architecture, New Haven, Connecticut. Selain itu, ia diangkat sebagai Anggota Kehormatan American Academy of Arts dan Sastra dan Fellow Kehormatan dari Institut Arsitek Amerika. Dia telah berada di Dewan Pembina Yayasan Arsitektur. Saat ini ia adalah Profesor di University of Applied Arts Vienna di Austria.

Pemenang dari kompetisi internasional, secara teoritis berpengaruh dan inovatif, sejumlah desain Hadid menang pada awalnya tidak pernah dibangun: terutama, The Peak Club di Hong Kong (1983) dan Cardiff Bay Opera House in Wales (1994). Pada tahun 2002 Hadid memenangkan kompetisi desain internasional untuk desain masterplan Singapura satu-utara. Pada tahun 2005, desain-nya memenangkan kompetisi untuk kasino kota baru Basel, Swiss. Pada tahun 2004 Hadid menjadi penerima wanita pertama dari Pritzker Architecture Prize, setara arsitektur tentang Hadiah Nobel. Sebelumnya, ia telah dianugerahi CBE untuk jasanya kepada arsitektur. Dia adalah anggota dewan redaksi Encyclopædia Britannica. Pada tahun 2006, Hadid mendapat kehormatan dengan retrospektif mencakup seluruh pekerjaan-nya di Museum Guggenheim di New York. Pada tahun itu ia juga menerima Gelar Kehormatan dari Universitas Amerika di Beirut.

Perusahaan desain arsitektur Zaha Hadid - Zaha Hadid Architects - adalah lebih dari 350 orang yang kuat, yang berkantor pusat di London.

Pada tahun 2008, ia peringkat 69 dalam daftar Forbes dari "100 Dunia Wanita Paling Kuat". Pada tanggal 2 Januari 2009, ia menjadi editor tamu pagi radio BBC program unggulan berita, Today.

Pada tahun 2010 dia juga diberi nama oleh majalah Time sebagai pemikir berpengaruh di TIME 2010 100 masalah.

Hadid adalah desainer dari Dongdaemun Desain Plaza & Taman di Seoul, Korea Selatan, yang diharapkan akan menjadi pusat dari perayaan untuk sebutan kota ini sebagai Modal Desain Dunia 2010. Kompleks ini dijadwalkan akan selesai pada tahun 2011.

PENGHARGAAN

GREKO-ROMAN, Teori Arsitektur Yang Muncul Sepanjang Zaman

Oleh: Krisen S. Emha
Selain ruang, bentuk dan fungsi berupa pendekatan metafisika dalam arsitektur teori arsitektur yang abadi dan muncul sepanjang zaman dalam konteks seni bangunan adalah Klasikisme Arsitektur.
Membicarakan Klasikisme Arsitektur berarti membicarakan Historism dalam arsitektur yang terjadi di daratan Eropa pada beberapa putaran zaman, yaitu dari zaman Yunani dan Romawi.
Sempat tenggelam pada abad pertengahan yaitu zaman mulai jatuhnya kekaisaran Romawi Bagian Barat tahun 476 M sampai direbutnya Constantinopel (Istambul) oleh bangsa Turki tahun 1453 M, sepuluh abad yang memisahkan Zaman Kuno dengan Zaman Dunia Baru dengan dimulainya pelayaran menemukan dunia baru dan ditemukannya Benua Amerika oleh Christopher Columbus tahun 1492. Kemudian kembali muncul setelah perang Italia dengan kelahiran Gerakan Renaissance gerakan kembali kesenian-budaya Yunani dan Romawi pada abad 15 dan 16 yang bermula di Italia, kemudian ke seluruh daratan Eropa.
Sejatinya sebelum Renaissance, pada tahun 1334 Arsitektur telah dikatakan sebagai "Ibu dari Seni" dan telah muncul tokoh Renaissance pertama di bidang arsitektur yaitu Filippo Bruno leschi (1377-1446) seorang arsitek, pelukis, pematung, ahli teknik dan ahli matematika. Tahun 1413 Brunoleschi menemukan teknik penggambaran perspektif di Florece yang diterapkan pada desain 'Florence Katedral' (Santa Maria del Fiore) dengan bentuk kubah yang sangat kental dengan sentuhan Renaissance dan Gothic.

Dasar Klasikisme Arsitektur ini juga telah dirumuskan oleh Marcus Vitrivius Pollio pada abad pertama sebelum masehi. Karya asli yang berjudul 'De Architettura Libri Dacem' ini pernah hilang. Pada tahun 1414 Pagio Bracciolini menemukan manuskrip asli Vitrivius ini di perpustakaan Saint Gall Monestry. Oleh Bracciolini temuan manuskrip ini diserahkan kepada Leone Batista Alberti, seorang arsitek, ahli sastra dan budaya klasik Yunani. Pada tahun 1485 Alberti menerbitkan kitab yang berdasarkan karya Vitrivius itu dengan judul De Re Aedificatoria (Masalah tentang arsitektur) sebagai karya posthumous di Florence.Leone Batista Alberti merumuskan bahwa arsitektur Greko-Roman itu terdiri dari bentuk dasar, berpediment, bentuk lengkung, kubah dan kolom-kolom. Salah satu karya arsitektur dari Alberti adalah Gerja St. Andrea di Mantua, Italia, tahun 1472. Pada tahun 1564 Giocomo Barozi di Vignola mengembangkan pengetahuan ini.

Kitab Leone Batista Alberti ini sangat popular ketika Andrea Palladio (1508-1580) mengembangkan isinya pada tahun 1570 di Vicenza yang berjudul 'Quattro Libri di Architectura' yang terdiri dari 4 buku. Pada abad XVII gaya arsitektur yang terinspirasi dari karya Andrea Palladio (1508-1580) ini popular di Inggris yang dikembangkan oleh arsitek Inggris kawakan, Inigo Jones (1573-1652) yang pernah belajar pada Palladio, kemudian di Amerika sehingga dikatakan sebagai aliran Palladianism.Salah seorang murid Palladio, Vicenzo Scamozzi (1552-1616) mengembangkan ajaran Palladio tersebut dalam bukunya 'Idea de l'Architectura Universale' tahun 1615. Ajaran ini juga merujuk kepada tulisan Giorgio Vasari Le Vite de'piu eccelenti Architetti, Pittori, et Scultori Italiani (Lives of the Painters, Sculptors and Architects) yang terbit tahun 1550. Vasari dikenal sebagai teman dekat dari Leonardo da vinci. 
Dalam tulisan Vasari ini juga diungkapkan tentang lukisan Mona Lisa yang monumental. Lukisan ini diselesaikan oleh Leonardo da Vinci selama 4 tahun (1503-1507) yang merupakan pesanan. Mona Lisa adalah istri dari Florentine Francesco del Giocondo. Leonardo da Vinci mengatakan bahwa lukisannya tersebut belum selesai sebagaimana dengan banyak lukisan dia lainnya dan dia membawanya ke Perancis dan dibeli oleh Francis I untuk dipajang di Louvre.

Menurut Vitrivius ada tiga unsur yang merupakan faktor dasar dalam arsitektur yaitu strength (kekuatan), beauty (keindahan) dan convenience (kenyamanan) yang akan mempengaruhi efek estetis dalam seni bangunan. Vitrivius juga merumuskan kembali prinsip-prinsip proporsi, komposisi dan presisi dari zaman yunani kuno yang disebut Entasis.
Sumber inspirasi utama Vitrivius adalah ornamen-ornamen arsitektur pada bangunan-bangunan zaman Yunani Purba yang banyak dibangun pada masa kepemimpinan Kaisar Pericles (495-429 SM) di Athena dari Dinasty Hellenislic.Ciri-ciri yang menonjol secara fisik dari teori arsitektur klasikisme ini adalah berupa ornamen-ornamen yang terdapat pada kolom-kolom pada bangunan. Dimana bentuk kolom-kolom tersebut dalam arsitektur disebut sebagai Orde. Ada lima Orde dalam arsitektur yang dikenal sampai sekarang yaitu, Tuscan, Doric, Ionic, Corinthian dan Composit. Orde Tuscan, berasal dari kuil-kuil Etruscan yang merupakan bentuk paling primitif dari ornamen kolom.Orde Doric, berasal dari kelompok suku bangsa Doria (turunan Italia dan Sisilia), bentuk dari orde doria keliatan kokoh, kuat, sebagai lambang kekuasaan. Orde Ionoc, berasal dari suku bangsa Ionia (Turunan Asia Kecil). Orde Korinthian, merupakan hasil ambisi dari kaum aristokrat kota Korhintia yang kaya dan makmur pada abad 5 SM. Orde Komposit, merupakan perpaduan dari Orde Korhintian dan Ionic sehingga keliatan lebih mewah dan anggun.

Pemakaian orde-orde inilah yang merupakan ciri utama bangunan bergaya Greko-Roman yang selalu muncul sepanjang zaman bahkan sampai kini, dan ini bisa dilihat dari perjalanan perkembangan arsitektur dari zaman ke zaman dari situs-situs arsitektur yang masih ada sampai sekarang. Walaupun diselingi oleh kemunculan Gaya Gothic, Romanesque, Victorian, Moderns sampai Gaya Deconstruction (1989), tapi daya tarik Greko-Roman ini selalu muncul kembali dan hampir melanda seluruh permukaan bumi. Sehingga pengaruh Greko-Roman ini dikatakan sebagai 'Teori Historism dalam Arsitektur'.

Istilah Greko-Roman lahir pertama kali atas kesepakatan kongres para arkeolog di Caen, Perancis tahun 1825 dengan sebutan 'Grieken Romaneschestijl'. Pengaruh terakhir dari Greko-Roman ini terhadap perkembangan gaya-gaya arsitektur terjadi pada periode Gaya Postmodern dalam arsitektur, sehingga sering juga disebut sebagai 'Postmodern-Classicism Architecture'.Beberapa bangunan terkenal sepanjang masa yang banyak memakai orde-orde ini antara lain; Colloseum dan Pantheon di Roma, Mesjid Sulaymanae di Istambul Turki, Le Lovre di Paris. St, Peter's di Roma, Bahkan Gedung Putih di Washington dan tak ketinggalan Istana Negara di Jakarta. Greko-Roman dengan tampilan orde-orde ini adalah ornamen arsitektur yang tidak mengenal batas-batas kultural dan menembus zaman. Mulai dari bangunan Keagamaan, Istana Pemerintahan, bahkan sampai kerumah-rumah penduduk di pelosok.

Di Indonesia, pengaruh Greko-Roman terjadi pada pertengahan Abad XVII dimana mulai dibangunnya rumah-rumah mewah dan besar (Landhuizen) milik para pejabat tinggi VOC. Arsitektur rumah-rumah tersebut berbentuk bangunan Indhies dengan pemakaian kolom-kolom berorde pada fasade bangunan.

Ada beberapa bangunan peninggalan colonial ini yang masih terlihat sampai sekarang yang umumnya memakai kolom-kolom berorde dorik antara lain; Istana Merdeka merupakan bekas Istana Gubernur Jenderal di Riswijk, Gedung Juang 45, Istana Bogor, Klenteng Sentiong, Gedung Pancasila, Museum Nasional (Museum Gajah), dan juga di beberapa kota besar lainnya di Indonesia.

Sedangkan yang berornamen kolom orde komposit yang merupakan gabungan dari orde korhintian dan ionic dapat dilihat pada kolom-kolom bangunan Keraton, seperti pada Gedung Agung Yogyakarta, Gedung Pagelaran Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Ornamen pada kolom-kolom jati ini terbuat dari besi cor dan dibawa lansung dari jerman yang merupakan produksi dari pabrik Kupp.

Pengaruh Greko-Roman dalam arsitektur ini tidak mengenal batas-batas golongan masyarakat dan sangat bersifat egaliter dan menembus segala zaman. Mulai dari bangunan-bangunan Negara,istana, bangunan keagamaan bahkan pada rumah-rumah penduduk yang terdapat digang-gang sempit. Inilah peradaban manusia pertama yang sangat mendunia, jauh sebelum era blue-jeans, Coca-cola dan Mc-Donald!. (TEMPO)

histat