Budi Pradono,
Lahir tanggal 15 Maret 1970 di Salatiga. 1995 Menyelesaikan studinya di
jurusan arsitek, Universitas Duta Wacana Christian,
Jogjakarta.1995-1996 Bekerja di Beverley Garlick Architects PTY. LTD.
Sydney- Australia. 1996-1999 Bekerja di PT. International Design
Consultants (IDC), Jakarta – San Francisco. 1999-sekarang Bekerja di
Budi Pradono Architects, Jakarta. 2002 Menyelesaikan gelar master di
Berlage Institute, Rotterdam, Netherlands. 2000-2002 sebagai project
architect pada Kengo Kuma & Associates, Tokyo-Japan.
Ahmett Salina Studio di Jakarta Selatan adalah salah satu rancangan dimana open space ditambahkan agar ruang hijau didepan bangunan lebih luas dan dapat digunakan bersama dengan tetangga-tetangganya. Rumah ini juga 'menggunakan dinding tetangga' untuk penghematan resource, serta memanfaatkan elemen bambu untuk secondary skin yang dapat menetralisir panas matahari.
AA house di Cipinang, Jakarta Timur dikonsep dengan keleluasaan ruang-ruang untuk saling overlap satu sama lainnya. Ruang tamu dan musholla dapat dibuka dan mencairkan ruang lebih luas. Roof garden dibuat pada tiap lantai hingga atapnya.
Dari konsep-konsep desain tersebut, terdapat upaya Budi Pradono untuk menghadirkan 'green design' dalam rancangan arsitekturnya, dimana letak 'green' pada tiap bangunan bisa berbeda sesuai dengan tuntutan dan kondisi yang ada. (astudioarchitect.com)
Konsep
‘green architecture’ atau arsitektur hijau menjadi topik yang menarik
saat ini, salah satunya karena kebutuhan untuk memberdayakan potensi
site dan menghemat sumber daya alam akibat menipisnya sumber energi tak
terbarukan. Berbagai pemikiran dan interpretasi arsitek bermunculuan
secara berbeda-beda, yang masing-masing diakibatkan oleh persinggungan
dengan kondisi profesi yang mereka hadapi. Salah satunya konsep 'green'
oleh Budi Pradono, seorang arsitek yang sudah dikenal di mancanegara
dengan berbagai award internasional yang sudah diraihnya.
Saat
menjelaskan tentang green design, Budi Pradono menggunakan
contoh-contoh dari desain yang ia hasilkan, baik yang menurutnya ‘green’
atau ‘tidak green’. Profesi arsitek dewasa ini menuntut kita untuk
melihat ‘green’ sebagai kesatuan dalam desain bangunan, dimana sekarang
ini banyak award khusus diberikan pada bangunan yang ‘green’ dengan
berbagai kriteria.
‘Green’
dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan),
earthfriendly (ramah lingkungan), dan high performance building
(bangunan dengan performa sangat baik). Ukuran 'green' ditentukan oleh
berbagai faktor, dimana terdapat peringkat yang merujuk pada kesadaran
untuk menjadi lebih hijau. Di negara-negara maju terdapat award,
pengurangan pajak, insentif yang diberikan pada bangunan-bangunan yang
tergolong 'green'.
Profesi
arsitek saat ini sedang mengalami tekanan yang kuat untuk melakukan
perubahan besar dalam metode merancang dan juga melakukan absorbsi
teknologi yang cepat agar dapat menghasilkan rancangan yang kontemporer
yang berorientasi pada Arsitektur Hijau (green architecture), yang lebih
tanggap pada isu-isu lingkungan. Saat ini Best Practice selalu
dikaitkan dengan etika arsitek dalam mengantisipasi pemanasan global,
penghematan energy, dan pengelolaan lingkungan yang lebih
bertanggung-jawab. (Budi Pradono)
Yang
sering menjadi pertanyaan adalah bagaimana mendesain sebuah bangunan
yang 'green' sekaligus memiliki estetika bangunan yang baik? Karena bisa
saja bangunan memiliki fasilitas yang mendukung konsep green, namun
ternyata secara estetika terlihat kurang menarik. Dalam hal ini, peran
arsitek menjadi penting. Standar bangunan yang 'green' juga bisa
menuntut lebih banyak dana, karena fasilitas yang dibeli agar bangunan
menjadi 'green' tidak murah, misalnya penggunaan photovoltaic (sel surya
pembangkit listrik). Teknologi agar bangunan menjadi 'green' biasanya
tidak murah.
Indikasi arsitektur disebut sebagai 'green' jika dikaitkan dengan praktek arsitektur antara lain penggunaan renewable resources (sumber-sumber yang dapat diperbaharui, passive-active solar photovoltaic (sel surya pembangkit listrik), teknik menggunakan tanaman untuk atap, taman tadah hujan, menggunakan kerikil yang dipadatkan untuk area perkerasan, dan sebagainya.
Indikasi arsitektur disebut sebagai 'green' jika dikaitkan dengan praktek arsitektur antara lain penggunaan renewable resources (sumber-sumber yang dapat diperbaharui, passive-active solar photovoltaic (sel surya pembangkit listrik), teknik menggunakan tanaman untuk atap, taman tadah hujan, menggunakan kerikil yang dipadatkan untuk area perkerasan, dan sebagainya.
Konsep
'green' juga bisa diaplikasikan pada pengurangan penggunaan energi
(misalnya energi listrik), low energy house dan zero energy building
dengan memaksimalkan penutup bangunan (building envelope). Penggunaan
energi terbarukan seperti energi matahari, air, biomass, dan pengolahan
limbah menjadi energi juga patut diperhitungkan.
Arsitektur hijau tentunya lebih dari sekedar menanam rumput atau menambah tanaman lebih banyak di sebuah bangunan, tapi juga lebih luas dari itu, misalnya memberdayakan arsitektur atau bangunan agar lebih bermanfaat bagi lingkungan, menciptakan ruang-ruang publik baru, menciptakan alat pemberdayaan masyarakat, dan sebagainya.
Arsitektur hijau tentunya lebih dari sekedar menanam rumput atau menambah tanaman lebih banyak di sebuah bangunan, tapi juga lebih luas dari itu, misalnya memberdayakan arsitektur atau bangunan agar lebih bermanfaat bagi lingkungan, menciptakan ruang-ruang publik baru, menciptakan alat pemberdayaan masyarakat, dan sebagainya.
Budi
Pradono menjelaskan tentang konsep 'green' dalam rancangannya melalui
contoh, misalnya pada rancangan Bloomberg Office, dimana diterapkan
desain yang mendukung pencahayaan alami dapat bermanfaat untuk
keseluruhan lantai kantor, penggunaan alat yang dapat mendeteksi cahaya
alami untuk mengurangi penggunaan pencahayaan buatan, yang merupakan
salah satu contoh efisiensi pencahayaan.
Pada 'K-house' yang dirancangnya untuk rumah mungil dengan 3 orang penghuni dan 5 ekor anjing, konsep arsitektur hijau diterapkan pada rancangan desain yang dibuat agar anjing-anjing tidak mudah lepas dan mengganggu tetangganya. Rumah ini mengetengahkan konsep rumah 'kandang' dengan jeruji-jeruji besinya, yang didesain dengan artistik sehingga menghilangkan kesan kandang dan menimbulkan artikulasi arsitektur baru dengan estetika yang unik.
Pada 'K-house' yang dirancangnya untuk rumah mungil dengan 3 orang penghuni dan 5 ekor anjing, konsep arsitektur hijau diterapkan pada rancangan desain yang dibuat agar anjing-anjing tidak mudah lepas dan mengganggu tetangganya. Rumah ini mengetengahkan konsep rumah 'kandang' dengan jeruji-jeruji besinya, yang didesain dengan artistik sehingga menghilangkan kesan kandang dan menimbulkan artikulasi arsitektur baru dengan estetika yang unik.
Ahmett Salina Studio di Jakarta Selatan adalah salah satu rancangan dimana open space ditambahkan agar ruang hijau didepan bangunan lebih luas dan dapat digunakan bersama dengan tetangga-tetangganya. Rumah ini juga 'menggunakan dinding tetangga' untuk penghematan resource, serta memanfaatkan elemen bambu untuk secondary skin yang dapat menetralisir panas matahari.
AA house di Cipinang, Jakarta Timur dikonsep dengan keleluasaan ruang-ruang untuk saling overlap satu sama lainnya. Ruang tamu dan musholla dapat dibuka dan mencairkan ruang lebih luas. Roof garden dibuat pada tiap lantai hingga atapnya.
Dari konsep-konsep desain tersebut, terdapat upaya Budi Pradono untuk menghadirkan 'green design' dalam rancangan arsitekturnya, dimana letak 'green' pada tiap bangunan bisa berbeda sesuai dengan tuntutan dan kondisi yang ada. (astudioarchitect.com)